Rabu, 07 November 2012


 ~ Study Kasus Cyberlaw ~
C.  Carding
Terjadi di Bandung sekitar tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka peroleh dari beberapa situs.
Modus kejahatan  ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka dikenakan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, pasal 363 tentang pencurian dan pasal 263 tentang Pemalsuan identitas.
D.  Perjudian Online
Pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu atau menghubungi no HP 0811XXXXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaksi secara online lewat internet atau HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang secara instan. Dan sanksi yang menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/ 1974 pasal 8yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
E.  Penggelapan Uang
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaruan” edisi 10 Januari 1991 tentang 2 orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372,100,00.00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah berupa komputer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Kejahatan  jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP atau pasal 378 KUHP, tergantung dari modus perbuatan yang di lakukannya.
F.  Hacking
Pada kasus Hacking ini biasanya modus seorang hacker adalah untuk menipu atau mengacak-acak data sehingga pemilik tersebut tidak dapat mengakses web miliknya. Untuk kasus ini pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus Deface atau Hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Minggu, 21 Oktober 2012

Study Kasus Cyberlaw


STUDY KASUS CYBERLAW
A.    Kasus Video Porno Ariel
Kasus video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses. Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut :
a.      Pasal 29 Undang-undang RI No.44 tahun 2008 tentang Pornografi :
"Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)."
b.      Pasal 27 Undang-undang RI No.11 tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik:
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan." Menurut ketentuan  pidana dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 
c.       Pasal 282 ayat 1 KUHP :
"Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membuat tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah."
B.    Kasus Prita Mulyasari
Kasus ini terjadi pada seorang ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat Prita Mulyasari tidak mendapatkan kesembuhan, malah penyakitnya bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit serta rekam medis yang diperlukan pasien. Kemudian Prita Mulyasari Vila - warga Melati Mas Residence Serpong ini - mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut lewat surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional berang dan marah, dan merasa dicemarkan.
RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Kejaksaan Negeri Tangerang telah menahan Prita Mulyasari di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Banyak pihak yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Pasal ini menyebutkan :
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Beberapa aliansi menilai : bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multi intrepretasi. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis, maupun individu yang melakukan forward ke alamat tertentu.
Kasus ini juga akan membawa dampak buruk dan membuat masyarakat takut menyampaikan pendapat atau komentarnya di ranah dunia maya. Pasal 27 ayat 3 ini yang juga sering disebut pasal karet, memiliki sanksi denda hingga Rp. 1 miliar dan penjara hingga enam tahun.


Pengertian Hizab dalam Islam

Pengertian HIJAB dalam ISLAM

Pengertian hijab dalam Islam (bahasa Arab: حجاب ) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti penghalang. Tetapi kata ini lebih sering mengarah pada kata "jilbab". Tetapi dalam ilmu islam hijab tidak terbatas pada jilbab saja, juga pada penampilan dan perilaku manusia setiap harinya.


Hijab berarti tirai atau pemisah (saatir atau faasil). Alqur’an menyatakan: “Jika kamu meminta sesuatu kepada mereka (para isteri Nabi saw), maka mintalah dari balik hijab. Cara ini lebih mensucikan hatimu dan hati mereka.” (Al Ahzab: 53). Hijab dalam ayat ini menunjukkan arti penutup yang ada di rumah Nabi saw, yang berfungsi sebagai sarana penghalang atau pemisah antara laki-laki dan perempuan, agar mereka tidak saling memandang.
Hijab berasal dari akar kata h-j-b; bentuk verbalnya (fi’il) adalah hajaba, yang diterjemahkan dengan “menutup, menyendirikan, memasang tirai, menyembunykkan, membentuk pemisahan, hingga memakai topeng.”

Selanjutnya Hijab diterjemahkan menjadi “tutup, bungkus, tirai, cadar, layar, dan partisi.” Bahkan terdapat kata yang sama namun merujuk pada makna jimat-jimat yang dibawa orang (biasanya anak-anak kecil) untuk melindungi diri dari bahaya. Derivatif lain dari kata Hijab adalah hajib, berarti alis mata atau pelindung mata dan juga merupakan kata yang dipakai selama periode kekhalifahan untuk para pejabat yang menyeleksi para pendatang yang ingin bertemu dengan khalifah.

Kegunaan Hijab Dalam Islam :

1. Hijab itu adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul.
2. Hijab itu 'iffah
3. Hijab itu kesucian
4. Hijab itu Pelindung
5. Hijab itu Taqwa
6. Hijab itu Iman
7. Hijab itu Haya'
8. Hijab itu Ghirrah

Pengertian dan Ruang Lingkup Cyberlaw

A.    Pengertian Cyberlaw
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya (virtual world).
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
Untuk hukum yang terkait dengan masalah dunia cyber, di Indonesia saat ini sudah ada Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan dunia cyber, yaitu RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) yang telah di sahkan menjadi undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dan telah ditetapkan menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna Dewan tanggal 25 Maret 2008.
UU ITE ini terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal dengan cakupan materi antara lain:
·         Pengakuan informasi dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
·         Pengakuan atas tanda tangan elektronik.
·         Penyelenggaraan sertfikasi elektronik dan sistem elektronik.
·         Hak kekayaan intelektual dan perlindungan hak pribadi.
·         Perbuatan yang dilarang serta ketentuan pidananya.
Sejak dikeluarkannya UU ITE ini, maka segala aktivitas didalamnya diatur dalam undang-undang tersebut. Cyberlaw ini sudah terlebih dahulu diterapkan di Negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Indonesia, Australia, dan lain-lain.
B.    Ruang Lingkup Cyberlaw
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :
1.      Hak Cipta (Copy Right)
2.      Hak Merk (Trademark)
3.      Pencemaran nama baik (Defamation)
4.      Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
5.      Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
6.      Pengaturan sumber daya internet seperti IP-Address, domain name.
7.      Kenyamanan Individu (Privacy)
8.      Prinsip kehati-hatian (Duty care)
9.      Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat Isu prosedural seperti   yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dan lain-lain.
10.  Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital.
11.  Perangkat Hukum Cyber Law.
12.  Pornografi.
13.  Pencurian melalui Internet.
14.  Perlindungan Konsumen.
15.  Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti e-commerce, e-government, e-education.


C.    Perangkat Cyberlaw
Agar pembentukan perangkat perundangan tentang teknologi informasi mampu mengarahkan segala aktivitas dan transaksi didunia cyber sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati maka proses pembuatannya diupayakan sebagai berikut: 
a.       Menetapkan prinsip – prinsip dan pengembangan teknologi informasi antara lain : 
1.      Melibatkan unsur yang terkait (pemerintah, swasta, profesional).
2.      Menggunakan pendekatan moderat untuk mensintesiskan prinsip hukum konvensional dan norma hukum baru yang akan terbentuk .
3.      Memperhatikan keunikan dari dunia maya.
4.      Mendorong adanya kerjasama internasional mengingat sifat internet yang global.
5.      Menempatkan sektor swasta sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industri dan perdagangan. 
6.      Pemerintah harus mengambil peran dan tanggung jawab
yang jelas untuk persoalan yang menyangkut, kepentingan public
.
7.      Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif dan futuristic.
b.      Melakukan pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet seperti : 
Ø  UU hak cipta, UU merk, UU perlindungan konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi, UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal Asing, UU Perpajakan, Hukum Kontrak, Hukum Pidana dll.