STUDY KASUS CYBERLAW
A. Kasus Video Porno Ariel
Kasus
video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di
unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini
sedang dalam proses. Pada
kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau
individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan
tersebut. Penyelesaian
kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video
tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut :
a. Pasal
29 Undang-undang RI No.44 tahun 2008 tentang Pornografi :
"Setiap orang yang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)."
b. Pasal
27 Undang-undang RI No.11 tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik:
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan." Menurut
ketentuan pidana dapat dijerat dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
c. Pasal
282 ayat 1 KUHP :
"Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui
isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membuat tulisan, gambaran atau
benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya
dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan
atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya
sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah."
B.
Kasus Prita Mulyasari
Kasus
ini terjadi pada seorang ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari, mantan
pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat Prita
Mulyasari tidak mendapatkan kesembuhan, malah penyakitnya bertambah parah.
Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit
serta rekam medis yang diperlukan pasien. Kemudian Prita Mulyasari Vila - warga
Melati Mas Residence Serpong ini - mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut
lewat surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia
maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional berang dan marah, dan
merasa dicemarkan.
RS
Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita
Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Kejaksaan Negeri
Tangerang telah menahan Prita Mulyasari di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan
menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Banyak
pihak yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE), karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Pasal ini menyebutkan :
"Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Beberapa
aliansi menilai : bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat
keranjang sampah dan multi intrepretasi. Rumusan tersebut tidak hanya
menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis, maupun
individu yang melakukan forward ke alamat tertentu.
Kasus
ini juga akan membawa dampak buruk dan membuat masyarakat takut menyampaikan
pendapat atau komentarnya di ranah dunia maya. Pasal 27 ayat 3 ini yang juga
sering disebut pasal karet, memiliki sanksi denda hingga Rp. 1 miliar dan
penjara hingga enam tahun.